Monday, December 19, 2016

Uang Kertas Seribu Rupiah, Cut Nyak Meutia, dan Jilbab

Uang kertas pecahan seribu rupiah terbaru telah dirilis oleh Bank Indonesia. Menarik bagi kami warga Keureutoe (Aceh Utara), ada foto Cut Nyak Meutia di situ. Kami menyebutnya Cut Nyak, bukan cuma Cut, karena beliau bukan hanya seorang anak dari hulubalang empat Pirak di mana ayahnya bergelar Teuku Ben. Tapi lebih dari itu, beliau adalah istri dari Teuku Chik, hulubalang negeri Keureutoe.

Secara hierarki kepemimpinan negeri Keureutoe, Teuku Ben adalah bawahan dari Teuku Chik. Dan oleh karena Teuku Chik menikahi Cut Meutia, maka kita memanggilnya dengan gelar Cut Nyak, Cut Nyak Meutia. Bukan hanya Cut sebagaimana gelar putri bangsawan Aceh kebanyakan.

Anehnya yang membikin kalut suasana bukan pada gelar itu, tapi masalahnya ada pada foto Cut Nyak Meutia yang tak berjilbab, atau bahasa kerennya, tak berhijab. Sehingga ada yang berdebat mati-matian bahwa gambar itu sama sekali tidak mewakili Cut Nyak Meutia. Dengan hujah bahwa Islam di Aceh dari dulu sampai sekarang sebegitu kuatnya. Sehingga mustahil Cut Nyak Meutia tak berjilbab. Begitu kata mereka.

Saya, paling tidak, bisa menjelaskan dua hal terkait masalah ini. Pertama, terkait wajah Cut Nyak Meutia yang banyak beredar di masyarakat itu. Perlu diketahui bahwa foto yang kita lihat itu adalah lukisan dari wajah Cut Nyak Meutia, yang bentuk parasnya hanya bersumber dari cerita-cerita dalam buku-buku sejarah, karena Cut Nyak Meutia tidak memiliki foto asli. Belanda mungkin tak mau mengambil fotonya karena saking bencinya kepada wanita pejuang ini. Atau, bisa jadi Cut Nyak Meutia sendiri yang tak mau difoto. Beliau ini memang terkenal cantik dan keras kepribadiannya.

Terkait dengan lukisan wajah Cut Nyak Meutia ini, saat saya berkunjung ke rumahnya di Pirak, Matanggkuli, Aceh Utara beberapa bulan lalu, enam Juli 2016, saya beruntung bertemu dengan salah satu keluarga Cut Nyak Meutia, yang kebetulan sedang bertugas mengawasi cagar budaya tersebut. Saat saya menyinggung tentang lukisan wajah Cut Nyak Meutia yang ada di rumahnya tersebut, yang menurut saya sangat berbeda dengan foto-foto yang beredar di masyarakat, dia bilang kepada saya, sebenarnya Cut Nyak Meutia tidak mempunyai foto asli.

Tapi untungnya, katanya melanjutkan, salah satu cucu perempuan dari anak semata wayangnya, Ampon Chik Raja Sabi, yaitu Cut Nursiah, diakui oleh ahli waris sangatlah mirip dengan Cut Nyak Meutia. Paras Cut Nursiah ini memang sangatlah cantik, sesuai dengan wajah Cut Nyak Meutia dalam tuturan beberapa sahib hikayat.

Maka diambillah Cut Nursiah sebagai model untuk melukiskan wajah neneknya, Cut Nyak Meutia. Lukisan itu bisa dilihat di rumahnya di Pirak sekarang.

Mungkin karena lukisan tersebut dibuat pada zaman sekarang, Cut Nyak Meutia, kepalanya agak ditutup dalam lukisan terbaru itu. Tapi bukan dengan jilbab, melainkan hanya dengan selendang.

Itu yang pertama.

Kemudian yang kedua, masalah jilbab. Berhubung Cut Nyak Meutia hidup sekawasan dengan saya, sekalipun tidak sezaman. Saya bisa bilang, di daerah saya, Blangjruen dan sekitarnya, termasuk Pirak, jilbab seperti yang kita kenal sekarang, baru ada terlihat menutupi kepala putri-putri Blangjruen di sekitar tahun 90-an. Bahkan pada akhir 90-an.

Saat saya masih menduduki bangku SMP dari tahun 1992-1995, guru-guru perempuan saya masih belum berjilbab. Bahkan, beberapa pegawai kantor kala itu masih ada yang memakai rok setinggi lutut. Yang model ini memang keterlaluan, orang-orang ada yang luat juga dibuatnya.

Tapi, kalau tak berjilbab, itu lumrah. Biasa. Mulai dari istri teungku-teungku sampai istri orang awam, tak ada yang mengenakannya. Apalagi yang muda-muda. Namun, di saat berbelanja di pasar atau menghadiri acara apapun di luar rumah, biasanya orang tua kami dulu sering mengenakan tutup kepala dari batik jarik yang pada kondisi tertentu bisa digunakan untuk menggendong anak.

Dan juga kadang mengenakan selendang tipis tembus pandang yang pada kondisi tertentu bisa dipakai untuk mengayak tepung. Multifungsi. Tapi ini jelas, metode tutup kepala semacam ini masih tetap mengungkapkan rambut, lebih-lebih di bagian depan. Kalau bagian belakang tentu sulit terlihat karena orang Aceh sering menggelung rambutnya dan bersanggul agak ke atas.

Jadi, yang perlu saya sampaikan di sini adalah, jilbab itu termasuk perkakas baru dalam sejarah peradaban daerah saya, Blangjruen dan sekitarnya. Dan mungkin di Aceh pada umumnya. Sehingga jikalau kita tarik dari masa tahun 1990-an di mana orang Aceh belum berjilbab, ke masa Cut Nyak Meutia pada tahun 1870-an, maka sewajarnyalah Cut Nyak Meutia tidak berjilbab. Paling banter, selendang. Jadi, tak perlu kemudian sekarang foto Cut Nyak Meutia harus dipaksa-jilbabkan.

Aceh memang kuat Islamnya, semua orang tahu itu, dan setuju tanpa debat. Tapi kalau soal hijab para pendahulu kami dijadikan patokan untuk itu, akan bermasalah besar. Termasuk nenek saya dulu, yang merupakan istri seorang kiai sepuh, juga hanya berselendang jika pergi kemana-mana.
__________
Hasyiah:
Jarik berasal dari bahasa Jawa. Artinya, kain panjang yang dikenakan untuk menutupi tubuh dari ujung kepala sampai kaki. Di Aceh digunakan untuk menutup kepala sebelum budaya berjilbab datang.
Lukisan Cut Nyak Meutia yang dimodelkan oleh cucunya, Cut Nursiah

Cut Nursiah, cucu Cut Nyak Meutia yang dikatakan sangat mirip dengan beliau. Sumber foto: Zubier Ispir, Matangkuli

2 comments:

  1. Ulasan yg menarik, saya sendiri termasuk yg percaya beliau memakai penutup kepala. Mungkin bkn seperti jilbab saat ini.

    Keyakinan itu dgn merujuk pada foto lama koleksi tropen museum. Tapi tentunya itupun hanya dugaan. Krn bagaimana yg sebenarnya, kita mungkin tdk akan pernah tahu.

    Terima kasih telah berkenan membagikan informasi menarik ini.

    ReplyDelete